Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melakukan ibadah haji untuk almarhum putranya, Emmeril Kahn Mumtadz (Eril). Kegiatan menghajikan orang lain yang sudah meninggal dunia dalam keadaan belum haji biasa disebut Badal Haji.
“Besok Senin saya sebagai Gubernur, akan pergi menunaikan tugas memimpin jemaah Haji Jawa Barat yang berjumlah 17,000-an jemaah. Doakan aman kondusif selama di sana. Sekalian di momen ini, saya akan berhaji atas nama almarhum Emmeril Kahn Mumtadz. Karenanya, tadi pagi ziarah, pamit dan berdoa di makam Eril,” tulisnya di Instagram @ridwankamil, Minggu (3/7/2022).
Mengutip laman, Kementerian Agama Jawa Timur, Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal (sejak di embarkasi dan sebelum pelaksanaan wukuf). Juga bagi jemaah haji yang uzur jasmani dan rohani (tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurut medis) sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah.
Baca Juga:
- Roti Gambang, Disebut Bantalan Rel, Ternyata Terbaik di Dunia
- Sate Bulayak, Sate Sedap Khas Lombok yang Sarat Nilai Filosofis
- Lontong Roomo, Makanan Nikmat Khas Gresik yang Lahir di Era Sunan Giri
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari al-Fadl: “Seorang perempuan dari kabilah Khats’am bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji, tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?”.
Jawab Rasulullah: “Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!” (HR. Bukhari, Muslim, dan lain-lain).
Dalam hadist lainnya seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, “Seorang perempuan dari Bani Juhainah datang kepada Nabi SAW, dia bertanya: “Wahai Nabi SAW. Ibuku pernah bernazar ingin melaksanakan ibadah haji hingga beliau meninggal, padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?
Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi” (HR. Bukhari dan Nasa’i).
Ibadah haji adalah ibadah yang menggabungkan amalan badaniyah dan maliyah sekaligus. Menurut Nursilaturahmah dalam buku Hukum Badal Haji dan Umrah, badal haji menjadi wajib apabila orang yang memiliki uzur naik haji meninggal dunia dan telah mewasiatkan ke ahli warisnya untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Sebab, seorang Muslim yang telah memenuhi syarat Isthitha’ atau mampu secara fisik dan finansial, sejatinya wajib untuk menunaikan haji. Namun, jika secara finansial ia mampu tapi secara fisik sakit, lemah, atau bahkan meninggal dunia, kewajiban ini bisa diwakilkan oleh orang lain.
Dengan demikian, haji nazar atau haji wasiat hukumnya wajib untuk dibadalkan haji. Sebab, hal tersebut merupakan hak Allah yang harus dibayarkan.
Apabila yang bersangkutan tidak berwasiat ke ahli waris, keluarganya boleh saja menunaikan dengan harta benda yang ditinggalkan. Dengan syarat, orang yang uzur sudah meninggal dalam keadaan Islam dan orang yang mewakilinya sudah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, orang yang boleh melakukan badal haji adalah seseorang yang pernah melakukan haji dan memenuhi syarat-syarat haji lainnya. Seperti sehat, berakal, dan merdeka.
Hal ini disebutkan dalam hadis yang dikutip dari buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karangan Agus Arifin berikut ini.
Dari Ibnu Abbas berkata, pada saat melaksanakan haji Rasulullah mendengar seorang lelaki berkata “Labaik’an as-Syubramah’. Kemudian Rasulullah bertanya, “Siapa Syubramah?” Laki-laki itu menjawab, “Dia saudaraku, ya Rasulullah.” Jawab laki-laki itu.
“Apakah kau sudah pernah haji?” tanya Rasulullah lagi. “Belum,” jawabnya. “Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubramah,” lanjut Rasulullah. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruqthni).
Sedangkan tata cara pelaksanaan badal haji, sama seperti pelaksanaan haji untuk diri sendiri. Yang membedakan keduanya berada pada bacaan niat, yakni ketika membaca niat harus diniatkan untuk orang yang dihajikan.
Untuk masalah miqat haji sendiri terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ulama. Mazhab Hambali berpendapat orang yang melakukan badal haji wajib memulai ihramnya dari miqat negeri orang yang dibadalkan.
Sedangkan mazhab Syafi’i berpendapat, bahwa orang yang berkewajiban haji pertama kali, tetapi diupahkan ke orang lain. Maka orang yang membadalkan haji harus niat dari miqatnya orang yang dibadalkan.