Teknologi Mdofikasi cuaca
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Sandiaga Uno, menegaskan pemerintah akan menyiapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi cuaca buruk selama penyelenggaraan MotoGP Mandalika pada akhir pekan ini. Lantas, teknologi apa itu?
“Mengenai hujan, waktu World Superbike itu ada pawang tapi akhirnya pawangnya menuntut pihak panitia, karena tetap hujan,” jelas Menparekraf, Sandiaga Uno.
“Jadi ini terus kita upayakan dengan TMC. Namanya teknologi modifikasi cuaca, ini melibatkan BRIN, BMKG, dan TNI AU yang kita karapkan bisa membantu memitigasi situasi,” ucap Sandiaga.
Baca Juga:
- Hari Primata Nasional, Menelisik Upaya Pencegahan Kepunahan Primata
- Begini Sejarah Hari Toleransi Internasional & Cara Memperingatinya
- Hari Olahraga Nasional, Inilah Tips Jitu Agar Tak Cedera Saat Berolahraga di Rumah
Berkaca dari kegagalan pada ajang World Superbike yang diadakan pada November tahun lalu, Sandiaga berharap cuaca buruk seperti badai dan hujan tidak lagi menyerang Mandalika pada gelaran MotoGP akhir pekan ini.
Sandiaga mengungkap meski persiapan MotoGP Mandalika sudah 100 persen rampung, namun berkaitan dengan adanya perubahan cuaca yang tak menentu, masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diwaspadai semua pihak.
TMC atau Teknologi Modifikasi Cuaca adalah salah satu bentuk upaya manusia untuk mengatur cuaca di suatu tempat dengan tujuan agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan. Aktivitas modifikasi cuaca menggunakan suatu teknologi yang menggunakan sentuhan aplikasi dalam prosesnya.
Tujuan modifikasi cuaca tersebut umumnya untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement). TMC dapat juga digunakan untuk kondisi sebaliknya, yaitu sebagai upaya menurunkan intensitas curah hujan di suatu daerah tertentu (rain reduction). TMC dapat dijadikan salah satu cara mengurangi kerugian akibat terjadinya pemanasan global (global warming).
Masyarakat selama ini mengenal teknologi TMC identik dengan menggunakan pesawat yang dapat menghantarkan bahan semai berupa NaCl ke awan melalui udara. Dalam beberapa tahun terakhir, TMC telah dikembangkan metode penghantaran bahan semai ke dalam awan melalui jalur darat. Diantaranya yaitu dengan menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) serta wahana Pohon Flare untuk sistem statis.
Pada dasarnya kedua metode modifikasi cuaca tersebut memiliki cara kerja yang sama dalam proses menghantarkan bahan semai ke awan. Keduanya memanfaatkan keberadaan awan-awan orografik dan juga awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai target utamanya. Oleh sebab itu, Metode GBG dan Pohon Flare umumnya digunakan di wilayah-wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.
Pada TMC berbasis GBG digunakan untuk awan warm cloud, bahan semai yang digunakan dari dataran tinggi yang berlokasi di sekitar lereng gunung atau di perbukitan. Kemudian disemai dalam awan “hangat” yang dimiliki gunung/perbukitan tersebut. Awan hangat sendiri pada dasarnya yaitu awan yang berada dalam kondisi supersaturasi (supersaturated).
Diketahui bahwa penerapan metode penyemaian awan jalur darat ini telah beberapa kali dilakukan baik dalam upaya penambahan curah hujan ataupun redistribusi curah hujan. Salah satu perusahaan yang menerapkan metode GBG adalah PT. Vale Indonesia. Mereka menambah curah hujan di area catchment dan area DAS Larona (Danau Towuti, Mahalona dan Matano).