Ilustrasi resesi ekonomi AS
Pertumbuhan ekonomi AS terkontraksi 0,9 persen pada kuartal II 2022. Penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) itu makin meningkatkan risiko resesi ekonomi yang akan dialami AS.
Seperti dinukil dari CNN International, Jumat (29/7/2022), kontraksi ini membuat ekonomi negara AS kembali menyusut dua kuartal berturut-turut.
Di sisi lain, bank sentral AS (The Fed) resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin. Kenaikan suku bunga itu adalah kedua yang berturut-turut dan yang keempat pada tahun ini.
Baca Juga:
- Diperiksa Kasus ‘Stupa Jokowi’, Roy Suryo Penuhi Panggilan Polda Metro
- Ibu Iriana, Ibu Negara Pertama yang Kunjungi Ukraina
- Pesan Menyentuh Sri Mulyani Kepada PNS yang Dapat Gaji ke-13 1 Juni 2022
Kenaikan dilakukan demi mengatasi lonjakan inflasi AS yang beberapa waktu belakangan ini terus melonjak. Tercatat, inflasi AS sempat menyentuh 9,1 persen pada Juni lalu.
Lantas, apa dampak resesi ekonomi AS yang di depan mata ini bagi Indonesia? Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, menyebut inflasi tinggi di AS, Eropa, dan Inggris akan mengetatkan likuiditas, dan meningkatkan suku bunga.
“Perangnya di Eropa, tapi dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan, energi terjadi. Karena Rusia produsen energi yang termasuk terbesar di dunia. Dan Ukraina-Rusia produsen pangan terbesar pangan di dunia, termasuk pupuk,” jelas Sri Mulyani saat memberikan sambutan pada Dies Natalis Ke-7 PKN STAN, Jumat (29/7/2022).
“Maka dalam inflasi yang muncul karena pemulihan ekonomi tidak diikuti supply, ditambah disrupsi perang, dunia tidak baik-baik saja. Inflasi di berbagai negara melonjak tinggi,” dia menambahkan.
“Apa hubungannya dengan kita, kalau kenaikan suku bunga dan likuiditas cukup kencang, maka pelemahan ekonomi global terjadi,” jelas Sri Mulyani.
Dampak pelemahan ekonomi global, kata Sri Mulyani mulai terlihat di Amerika Serikat dan China, yang merupakan mitra dagang Indonesia.
Amerika Serikat (AS) secara definisi telah mengalami resesi. Negeri itu, mencatatkan pertumbuhan negatif dua kali berturut-turut selama dua kuartal dalam tahun yang sama.
Dalam pengumuman terbaru Biro Statistik, produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 kontraksi atau negatif 0,9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal di kuartal I-2022 yoy, pertumbuhan pun tercatat negatif sebesar 1,6%.
Sementara China yang juga telah merilis pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022, tercatat menurun ke 0,4% dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya di 2,5%. Pertumbuhan ekonomi tersebut juga di bawah prediksi pasar di 5,5%.