musisi rock
Musik Rock merupakan jenis musik yang telah meramaikan perindustrian musik di Indonesia. Musik rock berkembang di Indonesia tahun 60- an tetapi pada awal kedatangannya musik
Rock banyak mengalami hambatan atau dengan kata lain banyak yang menentang musik rock terutama oleh pemerintah.
Termasuk pimpinan tertinggi negara, Presiden Soekarno pada pidatonya tahun 17 Agustus 1959 menyebut musik rock sebagai musik ngak-ngik-ngok, yang dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia.
Dari pernyataan itu banyak dampak yang dirasakan dalam perkembangan musik rock di Indonesia seperti banyak pelarangan dari pejabat sampai ketua RT.
Tetapi semangat untuk memajukan musik rock tidak pernah padam. Banyak usaha yang dilakukan musisi-musisi rock di Indonesia agar musik rock dapat diterima di Indonesia.
Salah satu usaha para musisi yaitu dengan memasukan unsur-unsur kebudayaan Indonesia seperti gamelan, rebana, dan lain-lain.
Contohnya seperti The Rollies yang memasukan unsur gamelan pada pergelarannya yang dilakukan di Gedung Merdeka, Bandung dan juga kantata Takwa-nya Setiawan Djodi dan Iwan Fals yang memakai alat musik rebana betawi di dalam lagunya.
Sampai pembuatan lirik pun juga disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia. Perkembangan scene musik rock di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an
sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy (Jakarta), Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten.
Musik rock adalah genre musik popular yang mulai diketahui secara umum pada pertengahan tahun 50-an. Akarnya berawal dari rhythm dan blues, musik country dari tahun 40 dan 50-an serta berbagai pengaruh lainnya.
Selanjutnya musik rock juga mengambil gaya dari berbagai musik lainnya, termasuk musik rakyat (folk musik), jazz, dan musik klasik.
Musik rock merupakan musik hiburan yang menjadi serius dari dasarwarsa 1950-an yang berangkat dari pola boogie woogie sebagai kesinambungan blues di satu pihak dan akar country di pihak lain.
Penemu dari musik rock adalah Fats Domino yang secara tidak sengaja bermain di atas piano untuk gaya yang waktu itu disebut honky tonk piano.
Musik yang dimainkan bertujuan untuk mengajak para pendengar untuk bergoyang mengikuti irama musik yang menghentak-hentak.
Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia rock bukan berarti sebagai batu melainkan yang dimaksud adalah ayunan yakni gerakan para pendengar yang mendengarkan musik rock. Musik rock memang sangat berkaitan dengan dansa.
Dansa ini menjadi budaya kaum muda untuk alat ekspresi diri yaitu pernyataan disertai pelepasan diri atas kungkungan yang berlaku maka pada awal tumbuhnya sangat ditentang oleh pihak kaum tua.
Baca Juga:
- Mengenal Serunai, Alat Musik Tiup Kebanggaan Minangkabau
- Abdee Slank, Rocker dan Kiprahnya di Dunia Bisnis
- Cafe Unik Bernuansa Punk dan Rock n Roll Di Bogor
Di Amerika sendiri musik rock mendapat banyak tanggapan seperti sebuah siaran radio yang termakan imbauan pemerintah daerah untuk menghancurkan piringan hitamnya Hound Dog.
Padahal rock n roll telah di perkenalkan melalui film Rock around the clock yang di bintangi Bill haley dan Comets. Memang film itu mendapat banyak tanggapan dari kalangan tua di Amerika.
Sejak paruh dasawarsa 1950- an rakyat Indonesia tidak diperbolehkan mendengar atau membawakan lagu-lagu asing berbahasa Inggris.
Padahal sejak memasuki era 1950-an rakyat Indonesia mulai menggandrungi budaya barat yang berasal dari musik dan film.
Musik barat didengar melalui siaran radio-radio luar negeri seperti ABC Australia, Hilversum Belanda, dan Voice Of America (VOA) termasuk lagu yang menjadi soundtrack film-film Barat yang diimpor ke Indonesia.
Namun di dalam perkembangannya musik rock di Indonesia banyak mengalami hambatan karena musik ini sangat digusari oleh kaum tua selain itu juga di Indonesia musik rock mendapat hambatan dari pemerintahan terutama dari pemimpin tertinggi yaitu Presiden Soekarno pada pidatonya tahun 17 Agustus 1959 menyebut musik rock sebagai musik ngak-ngik-ngok, yang dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno melihat perkembangan musik rock di Indonesia dapat mengkhawatirkan budaya bangsa lama kelamaan akan terlupakan dan punah tertelan dan punah ditelan budaya Barat yang sarat kemilau itu.
Selain itu keberatan terhadap rock dilihat secara politis melalui kepentingan nasionalisme oleh Bung Karno dan dikembangkan oleh pejabat-pejabat yang berhaluan PKI yang dikatakan sebagai imperalisme kebudayaan.
Untuk menangkalnya dalam perayaan Hari Proklamasi 17 Agustus 1959 dikeluarkanlah sebuah manifesto yang diberi nama Manipol USDEK/Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia, yang kemudian diputuskan oleh DPA pada September 1959 sebagai GBHN.
Pemerintah RI mengeluarkan keputusan tersebut untuk melindungi kebudayaan bangsa dari pengaruh asing terutama Barat. Sejak Oktober 1959 siaran Radio Republik Indonesia (RRI)
ditegaskan untuk tidak lagi memutar atau memperdengarkan lagu-lagu rock and roll, cha-cha, tango, hingga mambo yang dinamakan musik ‘ngak ngik ngok’ oleh Presiden Soekarno.
Berkuasanya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto, membuka lembaran baru bagi dunia musik di Indonesia. Saat itu memperdengarkan musik bukan lagi monopoli Radio Republik Indonesia sejak era akhir 60-an. Bisa dikatakan tahun 1967-1970 adalah embrio musik rock yang mulai menyebar di Indonesia.
Mungkin merupakan dampak merebaknya pop culture dari Amerika dan Inggris lewat munculnya gerakan generasi bunga yang ingin mencuatkan pesan-pesan perdamaian lewat alunan musik dengan membawa idiom summer of love.
Dalam kurun waktu 1967-1970 muncul fenomenan pop culture terbesar yaitu Monterey Pop Festival pada 1967, Woodstock Festival di Amerika Serikat tahun 1969 dan Isle Of Wight di Inggris pada 1970.
Pada era 70-an merupakan era dari musik panggung karena pada era ini mulai banyak diselenggarakan konser-konser besar.
Pada hakikatnya menikmati dan mengekspresikan musik secara lengkap pada akhirnya di atas panggung pertunjukan.
Dalam sejarah musik panggung di Indonesia, tercatat beberapa peristiwa musik panggung yang fenomenal konser Summer 28 (singkatan suasana menjelang kemerdekaan RI ke-28).
Summer 28 adalah pergelaran musik hampir 12 jam di Indonesia, yang diselenggarakan Nyoo Han Siang dari perusahaan film Intercine Studio di Ragunan, Pasar Minggu, 16 dan 17 Agustus 1973.
Memasuki dasawarsa 1980-an musik Indonesia semakin berkembang, sementara jumlah perusahaan rekaman semakin tumbuh. Kualitas band dan pemusik Indonesia memperlihatkan grafis yang kian tinggi. Selain itu, kompetisi band terasa marak pada era ini.
Log Zhelebour Productions misalnya sejak tahun 1984 secara berkala menggelar festival rock se-Indonesia setiap tahunnya yang menghasilkan banyak band rock dengan kualitas terpuji seperti El Pamas yang terbentuk sekitar tahun 1983.
Tahun berikutnya, menjelang mengikuti festival rock yang digelar oleh Log Zhelebour mereka pun berganti haluan.
Pada Festival Rock Se-Indonesia ke-I versi Log Zhelebour tahun 1984. di Festival ini Elpamas mendapat juara ke-III dan LCC juara ke-II di tahun berikutnya yaitu tahun 1985.
Kemudian Andromeda salah satu group band yang beraliran rock berasal dari Surabaya yang pernah berjaya di negeri ini yang berdiri pada tahun 1989.
Sementara pada era 90-an ada catatan menarik ketika muncul gerakan musik independen atau yang lebih dikenal dengan musik indie.
Penggagasnya mencuat dari Bandung dengan konsep D.I.Y. atau Do It Yourself lewat band-band seperti PAS Band.
Pas Band berdiri secara resmi pada tahun 1990. Pada tahun 1993 grup yang terdiri dari Bengbeng (gitar), Trisno (Bass), Yukie (vokal) dan Richard Mutter (drum) ini merilis album EP berbendera indie label dengan debut, Four Through The Sap.
Hiruk-pikuk komunitas independen dalam bermusik ini memang semakin besar. Meskipun industri musik secara global tengah menghadapi keterpurukan secara kronis, mereka tak pernah bisa lepas dan melepaskan diri dari musik.
Dengan wawasan dan sudut pandang yang berbeda, produk indie label justru lebih disukai oleh para artis dan band dikarenakan mereka bisa jauh lebih bebas mengksplorasi dan berekspresi. Kiprah para pemusik indie ini justru kerap dilirik oleh para major label.