setumpuk buku di rak usang
Ada ungkapan klasik yang kerap kita dengar tentang buku. Diantaranya adalah buku adalah jendela dunia. Ini menggambarkan begitu krusialnya buku bagi manusia yang ingin tahu berbagai macam pengetahuan yang belum diketahuinya.
Selain tema bahasannya, isinya, yang disukai oleh orang adalah aroma yang menguar dari lembaran buku, bahkan hal tersebut kerap kali bikin ketagihan. Adapun orang yang menyukai menghirup aroma buku ini disebut sebagai book sniffer.
Arsiparis dari Arsip Nasional Republik Indonesia, Azkiyah akrab dengan segala jenis bacaan sejak kecil. Sejak kecil orang tuanya gemar membelikan Azki dan saudara-saudaranya koran, majalah, atau buku yang sesuai dengan usia maupun minatnya dan saudara-saudaranya. Sejak dini, Azki tumbuh dalam lingkungan yang gemar membaca dan akrab dengan buku-buku.
Azki mengaku, selain gemar membaca, ia juga gemar mengumpulkan seluruh buku yang dibelinya. Saking cintanya terhadap buku, ia bangga dengan koleksinya yang hingga kini mencapai lebih dari 10.000 judul buku. Semuanya disimpan di perpustakaan pribadi miliknya di rumahnya di bilangan Ampera.
Azki sendiri lebih menyukai aroma buku lawas daripada buku baru. hal ini pula yang mendorong dia untuk mengikuti komunitas penggila buku lawas yakni Ikatan Pemuda Pemudi Pemburu Buku Buluk.
“Biasanya, kita di lapak ketemu buku jadul, yang mungkin berdebu. Kemudian kita buka dengan tangan halaman per halaman. Wanginya spesifik. Sampai kadang membuat kita bersin. Itulah experience yang sangat menyenangkan,” kata Azki saat dihubungi, Minggu (26/6/2022).
Ia melanjutkan, bagi orang-orang yang masuk dalam komunitasnya, rata-rata mengaku jika aroma buku yang autentik adalah saat buku itu baru ditemukan langsung di lapak pedagangnya.
Apabila sudah berpindah tangan atau disimpan dengan perawatan tertentu oleh pembeli maka aroma keautentikan dari buku itu sudah berubah.
Tak hanya buku lawas, buku baru juga mengeluarkan aroma sedap yang khas dan punya karakternya tersendiri apalagi aroma buku baru yang dilepas dari sampulnya.
Menanggapi hal tersebut, Aris Riyadi selaku Pustakawan Ahli Muda Perpustakaan Nasional Indonesia berkata bahwa sebenarnya aroma buku baru dan buku lama itu berbeda. Hal ini disebabkan dalam keduanya terkandung senyawa kimia yang berbeda.
pada buku baru, tambah Aris, dalam proses pembuatan kertasnya biasanya memakai zat aditif berupa volatiles organic compounds atau VOCs. Bahan tersebut sering dipakai dalam membuat kertas untuk buku.
Adapun fungsi penambahan dan pemakaian zat aditif saat produksi pulp adalah memberi nilai tambah pada kertas misalnya memberi aroma tertentu, mengubah warna, membuat kertas licin atau lebih fleksibel.
Pulp merupakan hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat melalui berbagai proses pembuatan. Pulp adalah bahan baku utama dari kertas yang terdiri dari serat-serat sebagai penghasil kertas. Dalam proses pembuatannya, dilakukan dengan berbagai prosedur diantaranya proses mekanis, kimia dan semikimia.
Baca Juga:
- Daftar Pasar Buku yang Dulu Berjaya & Masih Bertahan Hingga Saat Ini
- Pasar Blauran, Surganya Buku Bekas & Murah di Surabaya
- Map of the Soul 7, Buku yang Menginspirasi Album BTS Akhirnya Terbit di Indonesia
Menurut Aris, zat aditif yang ditambahkan dalam pulp tadi bisa menjadi parfum yang memberikan wangi sesuai dengan mood tertentu yang direspon oleh indra manusia, apalagi sifatnya yang bikin candu.
walau demikian, pemberian parfum dalam pulp ini perlu diperhitungkan kadarnya agar tidak berlebihan dan memberi pengaruh pada kualitas kertas yang dalam jangka panjang bisa menurun.
Untuk buku tua, aroma yang tercium merupakan hasil dari gejala kimiawi yang berasal dari unsur kertas itu sendiri. Menurut Aris, kertas juga memiliki serat yang mengandung banyak rantai karbon yang seiring waktu jika kertas itu terpapar oleh elemen lain seperti udara, sinar matahari dan debu. Sehingga salah satu molekul dalam kertas tersebut akan pecah dan juga mengeluarkan asam.
“Nah, asam itu bisa diketahui dengan dicium indra manusia. Selain diuji dengan pH meter, asam ini sudah bisa tercium bahkan dari jarak dekat, karena dia mengeluarkan bau,” tambah Aris ketika dihubungi, Senin (27/6/2022).
Namun perlu dicatat bahwa meski kertas atau buku itu mengeluarkan aroma yang khas, tetap saja harus waspada terhadap reaksi kimiawi yang dihasilkan.
Buku tua yang bertumpuk dalam jumlah banyak cukup membahayakan karena akan mencemari udara, apalagi jika sirkulasi udara tempat penyimpanan bukunya kurang baik dan lembab.
Munculnya jamur juga menjadi persoalan yang serius karena mempengaruhi kualitas buku dan kertasnya.
Oleh sebab itu, tentu diperlukan perawatan dan diperhatikan tempat penyimpanannya. Di sisi lain, aroma yang dihasilkan oleh tiap buku juga berbeda-beda tergantung dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kertasnya seperti apa.
Apalagi, kebanyakan buku yang beredar saat ini menggunakan kertas dari pabrikan di negara-negara eropa yang memproduksi kertas dalam skala besar.
Indonesia juga memiliki bahan baku kertas untuk menulis yang berkualitas sangat baik yakni daluang. Kata Aris, kulit kayu yang merupakan bahan dasar dari daluang ini bisa bertahan hingga 400 tahun, kertas yang dibuat dari daluang tidak akan berubah dari segi bau dan bentuk walau sudah disimpan hingga ratusan tahun. Contoh dari produk daluang adalah koleksi manuskrip yang disimpan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Jadi, apakah kamu termasuk pembaca yang gemar menghirup aroma lembaran buku sebelum atau selama membacanya?