Kementerian ESDM terus berupaya melistriki seluruh rumah tangga di Indonesia terutama di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) dengan memanfaatkan tabung listrik (talis). Sebagai bentuk pemerataan energi, rasio elektrifikasi merupakan salah satu agenda penting Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebanyak 52.000 talis akan diberikan per kepala keluarga (KK) di 306 desa yang berada di wilayah dengan kondisi geografi yang tidak memungkinkan untuk dipasang jaringan listrik PLN.
Baca Juga: Indonesia Kolaborasi dengan Turki di 3 Bidang Strategis Nasional
“Cara yang baik untuk melistriki ini, adalah sebagian besar, sekitar 306 desa itu menggunakan talis. Karena demografi maupun geografinya berada di atas gunung, di bukit, ada yang berserak, sehingga mau tidak mau harus dengan talis. Kalau digunakan dengan grid tentu akan mahal dan tidak mungkin, losses sangat tinggi di sana,” terang Jisman Hutajulu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada Kamis (30/7/2020).
Kementerian ESDM bersama Komisi VII DPR RI mengalokasikan 25.000 talis pada anggaran Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) tahun 2021. Untuk pengadaan 27.000 talis lainnya masih dilakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
“Telah diputuskan dari 52.000 kebutuhan talis di sana, sudah ada kesepakatan dengan komisi VII DPR RI pada rapat kerja kemarin (25 Juni 2020) untuk dialokasikan Ditjen EBTKE sebanyak 25.000 talis, dan dilaksanakan di tahun 2021,” ungkap Jisman.
Selain memanfaatkan energi matahari, Kementerian ESDM akan membangun Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) untuk menambah daya talis. Masing-masing rumah tangga akan mendapat satu talis cadangan sehingga listrik tetap hidup ketika talis sedang dalam pengisian daya.
“Jadi talis itu nanti sangat bermanfaat untuk daerah-daerah yang sangat sulit untuk dijangkau oleh jaringan PLN, karena sangat mudah handlingnya dan bisa di-charge menggunakan energi matahari. Selain itu, adanya namanya SPEL, nanti ditempatkan di beberapa tempat, mungkin di 30 rumah tangga ada 1 SPEL-nya. Kita juga berikan cadangan, supaya nanti polanya seperti LPG yang di rumah,” terang Jisman.
“Mudah-mudahan tahun depan bisa kita realisasikan, sehingga rasio desa berlistrik dan rasio elektrifikasi bisa 100%,” imbuh Jisman.
Baca Juga: UMKM Indonesia Bakal Ramaikan Pasar ASEAN di AOSD 2020 Agustus Nanti
Rasio elektrifikasi mencapai 99,09 persen per Juni 2020. Sementara, rasio desa berlistrik mencapai 99,51 persen. Saat ini, ada 433 desa yang belum berlistrik, 306 desa akan berlistrik talis, 75 desa berlistrik PLTS Komunal dan PLTS Hybrid, dan 52 desa lain akan berlistrik perluasan jaringan listrik (grid extension).
Penerangan dengan teknologi smart grid akan diterapkan tahun ini oleh PT PLN pada sistem Jawa-Bali. Teknologi smart grid sudah masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN).
“Smart grid ini banyak (jenisnya), yang penting dia jaringan cerdas, cerdasnya itu artinya bisa pembagkitnya, bisa pada komunikasi antara pelanggan dengan pengatur bebannya. Jadi bisa di hulunya dan bisa di hilirnya,” jelas Jisman.
Teknologi smart grid bisa meningkatkan efisiensi. Pengelola jaringan bisa menyediakan jumlah listrik dalam waktu tertentu sesuai keinginan pelanggan.
Baca Juga: Pulihkan Ekonomi Nasional, Pemerintah Kucurkan Ratusan Triliun Untuk Kredit Modal Kerja Padat Karya
“Kami berharap ke depan, yang smart grid ini bisa digunakan baik untuk di kota sendiri, yang ujung-ujungnya supaya ada peningkatan efisiensi. Yang ada sekarang kadang-kadang disediakan pembangkitnya 30 MW, yang diserap hanya 15 MW, atau disediakan 20 MW, di saat tertentu ada penggunaan yang tinggi sehingga pembangkit harus bakar BBM, ini membuat tidak efisien. Jadi intinya smart grid ini sangat menguntungkan. Dan ke depan nanti untuk daerah-daerah yang 3T bisa digunakan untuk sistem yang isolated, yang ada di pulau sehingga ada efisiensi yang terjadi di sana,” pungkas Jisman. (Al-Hanaan)
Foto oleh Rodolfo Clix dari Pexels