Batang, Jawa Tengah
Produsen mobil listrik Tesla telah menunjukkan minat untuk berinvestasi di industri baterai mobil dan kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Batang, Jawa Tengah dipilih sebagai lokasinya. Ternyata, lokasi ini menjadi favorit bagi berbagai investor kendaraan listrik untuk membangun pabrik.
Ya, keinginan Tesla untuk membangun pabrik di Btaang diungkap Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Ada dua investasi besar yang akan digelontorkan Tesla, yakni mobil listrik dan ekosistem aki mobil.
“Insya Allah Tesla akan (didistribusikan) di Indonesia. Ini (Tesla) akan masuk kedua investasi besar, yang pertama tentang ekosistem aki mobil. Yang kedua adalah mobil,” ujarnya.
Baca Juga:
- Make Up ‘Nyebrang’ Sunburn Blush, Sempat Trending bikin Rias Wajah Makin Natural
- Sejarah Kayu Cendana, Primadona Aroma Segala Aroma
- Mudah! Ini Cara Buat Air Mawar Di Rumah
Menurut Lahadalia Tesla akan memulai investasinya pada tahun 2022. Namun, dia menghindari menyebutkan nilai komitmen yang dibuat oleh perusahaan Elon Musk tersebut.
“Kalau ditanya kapan (mulai), insya Allah 2022, tapi saya belum bisa kasih tahu (detailnya) bulannya. Kita tunggu saja karena belum ada tanda tangan kesepakatan. Nilai investasinya masih ada. dirahasiakan, dan kami masih menunggu. Namun, ini barang bagus, barang besar,” katanya.
Tak hanya Tesla, perusahaan LG juga sebelumnya sepakat untuk membangun pabrik baterai listrik di Batang. Keputusan ini setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara konsorsium BUMN dengan LG Energy Solution Ltd, anak perusahaan konglomerasi LG Group ini, senilai US$ 9,8 miliar atau setara dengan Rp142 triliun.
Dijelaskan Bahlil Lahadalia, sebagian proyek pemgembangan industri baterai kendaraan listrik akan berlokasi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah yang sudah ditinjau oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada akhir Juni lalu.
“Kawasan industri seluas 4.300 ha ini merupakan percontohan kerjasama pemerintah dan BUMN dalam menyediakan lahan yang kompetitif dari sisi harga, konektivitas, dan tenaga kerja,” ujarnya.
MoU berisi tentang kerja sama proyek investasi raksasa dan strategis di bidang industri sel baterai kendaraan listrik terintegrasi dengan pertambangan, peleburan (smelter), pemurnian (refining), serta industri prekursor dan katoda.
Adapun lokasi pabrik, nantinya akan dibagi dua, di mana pembangunan smelter dan tambang akan berada di Maluku Utara, sedangkan preskursor dan katoda serta sebagian baterai sel akan ditempatkan di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah.
Rencananya, sebagian baterai yang dihasilkan dari proyek ini akan disuplai ke pabrik mobil listrik pertama di Indonesia, yang sudah lebih dahulu ada dan dalam waktu dekat akan segera memulai tahap produksi.
Ada pula, perusahaan perakit iPhone dari Taiwan, yaitu Foxconn akan menjadi pemain baru dalam industri mobil listrik di Indonesia. Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman perjanjian investasi pada awal Januari 2022 lalu.
Foxconn sebelumnya dikenal sebagai perusahaan perakit handphone iPhone. Perusahaan asal Taiwan ini resmi investasi di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Foxconn akan berinvestasi dalam industri kendaraan listrik Tanah Air.
“Awal bulan kami sudah tandatangan MoU dengan Foxconn. Jadi Foxconn akan masuk di batang,” kata Bahlil.
Nantinya, Foxconn juga akan memindahkan sebagian volume pabrik sparepart telekomunikasi dari China ke Indonesia. Bahlil mengaku, untuk mencapai kesepakatan investasi ini tidak mudah dan butuh kerja keras.
“Ini perintah Bapak Presiden katanya dari awal nggak jalan-jalan. Kami waktu itu datang ketahuan ada negara yang mungkin memprotes kehadiran saya di sana, tapi saya bilang selama tidak ada UUD yang melarang kita dagang, kenapa harus takut kepada negara tertentu,” tegasnya.
Berdasarkan bahan paparan Bahlil, kerja sama Foxconn untuk membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia itu memiliki nilai investasi sebesar US$ 8 miliar atau setara Rp 114,57 triliun (kurs Rp 14.321).
“Foxconn: industri baterai listrik, industri kendaraan listrik (roda 4, roda 2, e-bus) dan industri pendukung (termasuk charging station, R&D dan training) US$ 8 miliar,” demikian penjelasan paparan tersebut.