Tempat Pembuangan Akhir
Permasalahan sampah merupakan isu penting khususnya di daerah perkotaan yang selalu menjadi permasalahan dan dihadapi setiap saat. Akibat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula sampah yang dihasilkan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kota-kota besar maupun kecil di Indonesia menghadapi masalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang menimbulkan banyak gangguan terhadap lingkungan.
Sampah akan terus diproduksi dari hasil aktivitas manusia selama mereka hidup maupun dari proses-proses alam, sehingga diperlukan lahan yang pantas untuk tempat pembuangan sekaligus dilakukan pengelolaan sampah yang baik agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.
Karena terbatasnya lahan yang layak untuk lokasi pembuangan sampah, maka penempatan TPA dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu masalah biaya operasional yang tinggi dalam pengelolaan sampah, mengakibatkan terbatasnya upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah. Untuk itu diperlukan penganalisisan TPA berdasar aspek teknis, lingkungan, dan finansial.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan komponen penting dalam sistem manajemen pengelolaan sampah. Salah satu program nasional di setiap daerah yaitu penyediaan TPA sebagai konsep berkelanjutan manajemen pengelolaan sampah. TPA disediakan oleh pemerintah sebagai bentuk tanggungjawab terhadap pelayanan kepada masyarakat.
Kebersihan lingkungan dan TPA yang aman akan memberi keuntungan bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan secara menyeluruh. Pengadaan TPA dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat penimbunan sampah.
Permasalahan yang dihadapi adalah kehadiran TPA seringkali menimbulkan dilema. TPA dibutuhkan tetapi sekaligus tidak diinginkan kehadirannya di ruang pandang.
Kebutuhan akan lokasi TPA yang aman di tengah perkembangan penduduk yang pesat menjadi masalah bagi tiap-tiap wilayah. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana cara mendapatkan lokasi pembuangan sampah tersebut secara tepat dan aman.
Baca Juga:
- Dilema Mengatasi Kemiskinan Kota
- Jakarta dan Permukiman Kumuh Bagian 1: Pembangunan Kota Jelang Asian Games
- Asal-usul Nama Kramat Jati, Tempatnya Pohon Keramat di Jakarta Timur
Lokasi TPA yang aman berkaitan dengan minimalnya pencemaran yang diakibatkan pembuangan limbah seperti minimalnya pencemaran air tanah, pencemaran udara serta gangguan estetika yang memerlukan penanganan intensif.
TPA yang baik dan tidak akan menimbulkan atau menjadi masalah dalam pembuangan sampah ke TPA adalah TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled landfill
Secara umum di Indonesia terdapat dua proses pengelolaan sampah, yaitu Sanitary Landfill dan Open Dumping.
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut, kemudian menutupnya dengan tanah.
Sedangkan Open Dumping adalah sistem pembuangan sampah dengan cara membuang sampah begitu saja di tanah lapang terbuka tempat pembuangan akhir tanpa adanya tindak lanjut sehingga dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.
Metode yang paling umum digunakan di TPA Indonesia ialah metode Sanitary Landfill.
Lengkapnya, Sanitary Landfill adalah adalah sistem pengelolaan sampah yang banyak digunakan di Indonesia. Sistem pengelolaan sampah ini menggunakan cara pembuangan sampah dengan menumpuknya di lokasi yang cekung. Sampah yang dibuang dan ditumpuk kemudian dipadatkan dan ditimbun dengan tanah.
Lokasi cekung yang dipilih harus jauh dari pemukiman warga agar terhindar dari bau menyengat dan masalah sosial lainnya. Sampah yang ditumpuk pada Sanitary Landfill ini pastinya terdiri dari banyak bibit penyakit, sehingga perlu dijauhkan dari tempat tinggal manusia.
Namun, yang perlu diperhatikan sebelum Sanitary Landfill ialah harus memiliki beberapa elemen berupa Lining System yang merupakan bagian terbawah dan harus bersentuhan dengan tanah. Lining System ini biasanya terbuat dari campuran tanah dan betonite yang membantu pembusukan sampah agar tidak merembes ke tanah dan mencegah pencemaran air tanah.
Kemudian, ada sistem Leachate Collection yang dibuat untuk mengumpulkan lindi, yaitu cairan hasil pembusukan sampah yang terkontaminasi oleh bakteri dan bahan kimia lain. Tujuan dari pembuatan sistem ini agar tidak ada lindi yang menggenang dan merembes ke dalam tanah yang berujung pencemaran.
Selanjutnya ada sistem cover or cap yang dibuat untuk melindungi tumpukan sampah dari air hujan. Fungsi lain juga agar lindi tidak terlalu menggenang.
Lalu, ada sistem ventilasi. Sanitary Landfill membutuhkan ventilasi untuk sirkulasi udara yang lebih baik. Sampah yang membusuk menghasilkan gas metana, dan berisiko meledak. Maka dari itu, sistem ventilasi sangat diperlukan.
Yang terakhir ada sistem monitor. Sistem monitor berguna untuk memantau, mengawasi, dan memberi peringatan jika terjadi kendala seperti kebocoran sampah yang dapat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Adapun keuntungan dari Sanitary Landfill ialah murah. Penggunaan metode ini tidak memerlukan investasi yang cukup besar. Hanya membutuhkan lahan luas dan jauh dari permukiman warga. Penggunaan metode ini pun cukup mudah.
Selain itu, persiapan dari metode pengelolaan ini membutuhkan waktu singkat, dapat menampung banyak sampah dari berbagai jenis, mengurangi polusi udara dan penghasil energi listrik. Gas metana yang keluar dari timbunan sampah dapat dijadikan bahan bakar penggerak turbin.
Di sisi lain, metode ini juga memiliki beberapa kerugian. Jika metode ini tidak dioperasikan dengan cermat dan baik, maka kemungkinan besar akan terjadi pencemaran air. Biasanya, sampah organik atau kimia menghasilkan cairan berbahaya dan merembes ke dalam tanah.
Selain itu, ada bayangan dari ledakan dari gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah.
Metode Sanitary Landfill juga membutuhkan lahan yang luas. Kekurangan ini khususnya dirasakan pada wilayah kota besar dan dengan penduduk yang padat.